- by
Created By : Abdul Rosyid
A. ABSTRAKSI
Begitu banyak pertanyaan yang terlintas dalam benak kita ketika berbicara tentang kepemimpinan. Pertanyaan yang mendasar adalah apakah pemimpin itu lahir begitu saja (pemimpin suatu kelompok)? Kalau singa, sudah dilahirkan menjadi raja hutan, tetapi manusia ada yang memiliki bakat menjadi pemimpin, belum tentu dapat memimpin dengan baik kalau tidak disertai dengan ilmu. Untuk menjawab pertanyaan ini ada satu selogan yang dapat kita jadikan dasar pemikiran agar mempelajari teori kepemimpinan yaitu Semua manusia dilahirkan kedunia ini untuk memimpin, paling tidak pemimpin dirinya sendiri. Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana seorang pemimpin dapat membangun dan berpengaruh dalam lingkungan yang dipimpinnya ? Pertanyaan – pertanyaan ini hanya dapat dijawab dengan menggunakan teori kepemimpinan.
Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi, tidak dapat dibantah merupakan suatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Oleh karena itu, memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang kepada produktivitas organisasi secara keseluruhan.Dalam makalah ini akan dibahas tentang teori dan gaya kepemimpinan.
Kata Kunci : Kepemimpinan, pemimpin
B. PENDAHULUAN
Sebelum kita membahas tentang teori – teori kepemimpinan kita harus mengerti dulu apa arti dari pemimpin ?, secara etimologi pemimpin berasal dari kata pimpin yang berari
The art of influencing and directing meaninsuch away to obatain their willing obedience, confidence, respect, and loyal cooperation in order to accomplish the mission" (kepemimipana adalah seni untuk mempengaruhi dan menggerakan orang-orang sedemikian rupa untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek dan kerjasama
secara loyal untuk menyelesaikan suatu tugas- Field Manual 22-100)
.Seorang pemimpin harus mengerti tentang teori kepemimpinan agar nanti mempunyai refrensi dalam menjalankan sebuah organisassi.
Ada teori dalam kepemimpinan :
1. Teori Kepemimpinan Sifat ( Trait Theory )
Analisis ilmiah tentang kepemimpinan beerangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan , bukannya diciptakan yang kemudian teori ini dikenal dengan “the greatma theory”
Dalam perkemabangannya, teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwaa sifat – sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan, akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat – sifat itu antara lain ; sifat fisik, mental dan kepribadian.
Keith Davis merumuskan 4 sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, al :
o Kecerdasan
Berdasarkan hasil penelitian, pemimpin yang mempunyai kecerdasan yang tinggi di atas kecerdasan rata – rata dari pengikutnya akan mempunyai kesempatan berhasil yang tinggi pula. Karena pemimpin pada umumnya memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengikutnya
o Kedewasaan dan Keluasan Hubungan Sosial
o Umumnya di dalam melakukan interaksi social dengan lingkungan internal maupun eksternal, seorang pemimpin yang berhasil mempunnnyai emosi yang matang dan stabil. Hal ini membuat pemimpin tidak mudah panic dan goyah dalam mempertahankan pendirian yang diyakini kebenarannya.
o Motivasi diri dan dorongan berprestasi
o Seorang pemimpin yang berhasil umumnya memiliki motivasi diri yang tinggi serta dorongan untuk berprestasi. Dorongan yang kuat ini kemudian tercermin pada kinerja yang optimal, efektif dan efisien.
o Sikap Hubungan Kemanusiaan
o Adanya pengakuan terhadap harga diri dan kehormatan para pengikutnya mampu berpihak kepadanya.
o Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi :
o Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan teori ini memiliki kecenderungan kea rah dua hal :
o Pertama yang disebut Konsiderasi yaitu kecenderungan pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti: membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia bekonsultasi dengan bawahan.
o Kedua disebut struksur inisiasi yaitu kecenderungan seorang pemimpin yang memberikan batasan kepada bawahan. Contoh yang dapat dilihat, bawahan mendapat instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil apa yang akan dicapai.
Jadi berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan terhadap hasil yang tinggi juga.
Kemudian juga timbul teori kepemimpinan situasi dimana seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan.
3.Teori Kewibawaan Pemimpin
Kewibawaan merupakan factor penting dalam kehidupan kepemimpinan, sebab dengan factor itu seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi perilaku orang lain baik secara perorangan maupun kelompok sehingga orang tersebut bersedia untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh pemimpin.
A. Teori-Teori Kepemimpinan dan Perannya bagi Organisasi
Mengenai teori kepemimpinan ini, Thoha (1995 :31-48) ; Bowditch and Buono (1985 : 129-141) ; Gordon (1996 : 316-332) ; Robbins (1996 : 38-45), mengemukakan beberapa teori antara lain teori sifat (trait theory), teori kelompok, teori situasional, serta teori jalur – tujuan (path goal theory), teori partisiaspi (participation theory), teori siklus hidup (life cicle theory), teori pertukaran (exchange theory), dan sebagainya. Dari banyaknya teori-teori kepemimpinan tadi, dalam pembahasan disini hanya akan disinggung sebagian saja yang penulis nilai memiliki relevansi kuat dengan pokok permasalahan yang ada. Teori sifat misalnya, mengadopsi pendapat Keith Davis yang merumuskan empat sifat umum yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, yakni :
1. Kecerdasan, artinya pemimpin harus memiliki kecerdasan lebih dari pengikutnya, tetapi tidak terlalu banyak melebihi kecerdasan pengikutnya.
2. Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial, artinya seorang pemimpin harus memiliki emosi yang stabil dan mempunyai keinginan untuk menghargai dan dihargai orang lain.
3. Motivasi diri dan dorongan berprestasi, sehingga pemimpin akan selalu energik dan menjadi teladan dalam memimpin pengikutnya.
4. Sikap-sikap hubungan kemanusiaan, dalam arti bahwa pemimpin harus menghargai dan memperhatikan keadaan pengikutnya, sehingga dapat menjaga kesatuan dan keutuhan pengikutnya.
Teori kelompok memandang bahwa agar tujuan organisasi (kelompok) dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin dengan pengikutnya. Kemudian teori kepemimpinan situasional dari Fiedler, mengemukakan pandangan bahwa efektivitas kerja dalam organisasi dapat dicapai jika terdapat kombinasi antara situasi yang menyenangkan dengan gaya kepemimpinan. Situasi yang menyenangkan sendiri dapat tercapai jika pemimpin diterima oleh pengikutnya,, tugas-tugas ditentukan secara jelas, serta penggunaan otoritas dan kekuasaan secara formal diterapkan pada posisi pemimpin (Thoha, 1995 : 38).
Dari adanya berbagai teori kepemimpinan diatas, dapat diketahui bahwa teori kepemimpinan tertentu akan sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan (leadership style), yakni pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap filsafat, keterampilan dan sikapnya. Gaya tersebut bisa berbeda-beda atas dasar motivasi, kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu.
Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif dan negatif, dimana pembedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun non ekonomis), berarti telah digunakan gaya kepemimpinan yang positif. Sebaliknya, jika pendekatannya menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilkan prestasi yang diterima dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.
Selain gaya kepemimpinan diatas, terdapat gaya lainnya yaitu gaya otokratik, partisipatif, dan bebas kendali (free rein atau laissez faire).
o PEMIMPIN OTOKRATIK memusatkan kuasa dan pengambilan keputusan bagi dirinya sendiri, dan menata situasi kerja yang rumit bagi pegawai sehingga mau melakukan apa saa yang diperintahkannya. Kepemimpinan ini pada umumnya negatif, yang berdasarkan atas ancaman dan hukuman. Meskipun demikian, ada juga beberapa manfaatnya antara lain : memuingkinkan pengambilan keputusan dengan cepat serta memungkinkan pendayagunaan pegawai yang kurang kompeten.
o PEMIMPIN PARTISIPATIF lebih banyak mendesentralisasi-kan wewenang yang dimilikinya sehingga keputusan yang diambil tidak bersifat sepihak. Adapun pemimpin bebas kendali menghindari kuasa dan tanggungawab, kemudian menggantungkan kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan dan menanggulangi masalahnya sendiri. Diantara ketiganya, kecenderungan umum yang terjadi adalah kearah penerapan praktek partisipasi secara lebih luas karena dianggap paling konsisten dengan perilaku organisasi yang supportif. Secara lebih detail, pembahasan mengenai motivasi ini akan diteruskan pada bab-bab selanjutnya dari diktat ini.
Selanjutnya dilihat dari orientasi si pemimpin, terdapat dua gaya kepemimpinan yang diterapkan, yaitu gaya konsideran dan struktur, atau dikenal juga sebagai orientasi pegawai dan orientasi tugas. Beberapa hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa prestasi dan kepuasan kerja pegawai dapat ditingkatkan apabila konsiderasi merupakan gaya kepemimpinan yang dominan. Sebaliknya, para pemimpin yang berorientasi tugas yang terstruktur, percaya bahwa mereka memperoleh hasil dengan tetap membuat orang-orang sibuk dan mendesak mereka untuk berproduksi.
Pemimpin yang positif, partisipatif dan berorientasi konsiderasi, tidak selamanya merupakan pemimpin yang terbaik. Fiedler telah mengembangkan suatu model pengecualian dari ketiga gaya kepemimpinan diatas, yakni model kepemimpinan kontingensi. Model ini menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling sesuai bergantung pada situasi dimana pemimpin bekerja. Dengan teorinya ini Fiedler ingin menunjukkan bahwa keefektifan pemimpin ditentukan oleh interaksi antara orientasi pegawai dengan tiga variabel yang berkaitan dengan pengikut, tugas dan organisasi. Ketiga variabel itu adalah hubungan antara pemimpin dengan anggota (leader – member relations), struktur tugas (task structure), dan kuasa posisi pemimpin (leader position power). Variabel pertama ditentukan oleh pengakuan atau penerimaan (akseptabilitas) pemimpin oleh pengikut, variabel kedua mencerminkan kadar diperlukannya cara spesifik untuk melakukan pekerjaan, dan variabel ketiga menggambarkan kuasa organisasi yang melekat pada posisi pemimpin.
Model kontingensi Fiedler ini serupa sekali dengan gaya kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard. Konsepsi kepemimpinan situasional ini melengkapi pemimpin dengan pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kematangan (maturity) pengikutnya. Perilaku pengikut atau bawahan ini amat penting untuk mengetahui kepemimpinan situasional, karena bukan saja pengikut sebagai individu bisa menerima atau menolak pemimpinnya, akan tetapi sebagai kelompok, pengikut dapat menentukan kekuatan pribadi apapun yang dimiliki pemimpin
Menurut Hersey dan Blanchard (dalam Ludlow dan Panton, 1996 : 18 dst), masing-masing gaya kepemimpinan ini hanya memadai dalam situasi yang tepat – meskipun disadari bahwa setiap orang memiliki gaya yang disukainya sendiri dan sering merasa sulit untuk mengubahnya meskipun perlu.
DIRECTING adalah gaya yang tepat apabila Anda dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf Anda belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut ; atau apabila Anda berada di bawah tekanan waktu penyelesaian. Anda menjelaskan apa yang perlu dan apa yang harus dikerjakan. Dalam situasi demikian, biasanya terjadi over-communicating (penjelasan berlebihan yang dapat menimbulkan kebingungan dan pembuangan waktu).
Coaching adalah gaya yang tepat apabila staf Anda telah lebih termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Disini Anda perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengerti tentang tugasnya, dengan meluangkan waktu membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan mereka.
Selanjutnya, gaya kepemimpinan SUPPORTING akan berhasil apabila karyawan telah mengenal teknik-teknik yang dituntut dan telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan Anda. Dalam hal ini, Anda perlu meluangkan waktu untuk berbincang-bincang, untuk lebih melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan kerja, serta mendengarkan saran-saran mereka mengenai peningkatan kinerja. Adapun gaya delegating akan berjalan baik apabila staf Anda sepenuhnya telah paham dan efisien dalam pekerjaan, sehingga Anda dapat melepas mereka menjalankan tugas atau pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya sendiri.
Ditengah-tengah dinamika organisasi (yang antara lain diindikasikan oleh adanya perilaku staf / individu yang berbeda-beda), maka untuk mencapai efektivitas organisasi – penerapan keempat gaya kepemimpinan diatas perlu disesuaikan dengan tuntutan keadaan. Inilah yang dimaksud dengan situational leadership, sebagaimana telah disinggung diatas. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa untuk dapat mengembangkan gaya kepemimpinan situasional ini, seseorang perlu memiliki tiga kemampuan khusus yakni :
1. Kemampuan analitis (analytical skills), yakni kemampuan untuk menilai tingkat pengalaman dan motivasi bawahan dalam melaksanakan tugas.
2. Kemampuan untuk fleksibel (flexibility atau adaptability skills), yaitu kemampuan untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang paling tepat berdasarkan analisa terhadap siatuasi.
3. Kemampuan berkomunikasi (communication skills), yakni kemampuan untuk menjelaskan kepada bawahan tentang perubahan gaya kepemimpinan yang Anda terapkan.
Ketiga kemampuan diatas sangat dibutuhkan bagi seorang pemimpin, sebab seorang pemimpin harus dapat melaksanakan tiga peran utamanya yakni peran interpersonal, peran pengolah informasi (information processing), serta peran pengambilan keputusan (decision making) (Gordon, 1996 : 314-315).
Peran pertama meliputi meliputi peran figurehead (sebagai simbol dari organisasi), leader (berinteraksi dengan bawahan, memotivasi dan mengembangkannya), dan liaison (menjalin suatu hubungan kerja dan menangkap informasi untuk kepentingan organisasi). Sedangkan peran kedua terdiri dari tiga peran juga yakni monitor (memimpin rapat dengan bawahan, mengawasi publikasi perusahaan, atau berpartisipasi dalam suatu kepanitiaan), disseminator (menyampaikan infiormasi, nilai-nilai baru dan fakta kepada bawahan) serta spokesman (juru bicara atau memberikan informasi kepada orang-orang diluar organisasinya). Adapun peran ketiga terdiri dari empat peran yaitu entrepreneur (mendesain perubahan dan pengembangan dalam organisasi), disturbance handler (mampu mengatasi masalah terutama ketika organisasi sedang dalam keadaan menururn), resources allocator (mengawasi alokasi sumber daya manusia, materi, uang dan waktu dengan melakukan penjadualan, memprogram tugas-tugas bawahan, dan mengesahkan setiap keputusan), serta negotiator (melakukan perundingan dan tawar menawar).
Dalam perspektif yang lebih sederhana, Morgan (1996 : 156) mengemukakan tiga macam peran pemimpin yang disebutnya dengan “3A”, yakni alighting (menyalakan semangat pekerja dengan tujuan individunya), aligning (menggabungkan tujuan individu dengan tujuan organisasi sehingga setiap orang menuju kearah yang sama), serta allowing (memberikan keleluasaan kepada pekerja untuk menantang dan mengubah cara mereka bekerja).
Indonesia dengan hampir 200 juta umat Islam, kalau saja bisa memiliki pemimpin yang sangat tangguh akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikut. Kalau pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Para pengikut menduplikasi pemimpinnya. Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas pimpinan kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula umatnya. Kalau kita lihat kondisi bangsa kita sekarang jangan pesimis, kalau kita tidak bisa memimpin sekarang, mudah-mudahan generasi kita yang akan datang akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang berkualitas tinggi.
Apakah rahasia utama kepemimpinan? Jawabannya adalah : kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan dari kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Maka jika ingin menjadi pemimpin yang baik, jangan pikirkan orang lain, pikirkan diri sendiri dulu. Tidak akan bisa mengubah orang lain dengan efektif sebelum merubah diri sendiri. Bangunan ini bagus, kokoh, megah karena ada pondasinya. Maka sibuk memikirkan membangun umat, membangun masyarakat, merubah dunia akan menjadi omong kosong kalau tidak diawali dengan diri sendiri.
Merubah orang lain tanpa merubah diri sendiri adalah mimpi Mengendalikan orang lain tanpa mengendalikan diri adalah omong kosong.
seorang pemimpin sejati selalu bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk memperbaiki orang lain.
Pada dasarnya, fungsi kepemimpinan memiliki dua aspek dasar yaitu :
1. Fungsi administrasi, yaitu mengadakan formulasi kebijasanaan administrasi dan menyediakan fasilitasnya
2. Fungsi sebagai top manajemen, yaitu mengadakan planning, organizing, staffing, directing commanding, controlling, dan sebagainya.
Albert Enstein mengatakan Religion without science is blind, science without religion is lame( Agama tanpa ilmu pengetahuan adalah buta, ilmu pengetahuan tanpa agama adalah membuat pincang ) .
Menurut Sayidiman Suryohadiprojo, di lingkungan Belanda
pengertian kepemimpinan (kurang lebih sama dengan leiderschap) adalah satu kemampuan manusia yang diperoleh dari lahir, bukan karena mendapat pendidikan tertentu.Hal ini telah tersebar luas bebrapa dasawarsa yang lalu. Konsep kepemimpinan situasional dikembangkan oleh Hersey dan Kenneth Blanchard dalam bukunya "Life Cicle, Theory of Leadership" pada tahun 1969. Adapun makalah ini akan membahas teori kepemimpinan situasional yang disarikan oleh Mudjito (1983) dari hasil pemikiran Ken Blanchard.
Tipe 1 disebut tipe instruktif, sebab tipe ini ditandai dengan adanya komunikasi satu arah. Pemimpin membatasi peran bawahan dan menunjukkan kepada bawahan apa, kapan, di mana, bagaimana sesuatu tugas harus dilaksanakan. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan semata-mata menjadi wewenang pemimpin, yang kemudian diumumkan kepada para bawahan. Pelaksanaan pekerjaan diawasi secara ketat oleh pemimpin.
Tpe 2 disebut pula tipe konsultatif, debab kepemimpinan tipe ini masih memberikan instruksi yang cukup besar serta penetapan keputusan-keputusan dilakukan oleh pemimpin. Bedanya adalah bahwa tipe konsultatif ini menggunakan komunikasi dua arah dan memberikan suportif terhadap bawahan mendengar keluhan dan perasaan bawahan tentang keputusan yang diambil. Sementara bantuan ditingkatkan, pengawasan atas pelaksanaan keputusan tetap pada pemimpin.
Tipe 3 disebut juga tipe partisipatif, sebab kontrol atas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan seimbang antara pemimpin dan bawahan, pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Komunikasi dua arah makin bertambah frekuensinya, pemimpin makin mendengarkan secara intensif terhadap bawahannya. Keikutsertaan bawahan untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan makin banyak, sebab pemimpin berpendapat bahwa bawahan telah memiliki kecakapan dan pengetahuan yang cukup luas untuk menyelesaikan tugas.
Tipe 4 disebut pula tipe delegatif, sebab pemimpin mendiskusikan masalah-masalah yrng dihadapi dengan para bawahan dan selanjutnya mendelegasikan pengambilan keputusan seluruhnya kepada bawahan. Selanjutnya menjadi hak bawahan untuk menentuykan bagaimana pekerjaan harus diselesaikan. Dengan demikian bawahan diperkenankan untuk menyelesaikan tugas-tugas sesuai dengan keputusannya sendiri sebab mereka telah dianggap memiliki kecakapan dan dapat dipercaya untuk memikul tanggung jawab untuk mengarahkan dan mengelola dirinya sendiri.
Ciri-ciri gaya kepemimpinan berdasarkan gambar 4 adalah sebagai berikut :
a. Gaya Instruksi (T.1)
Ciri-cirinya ;
1. Pemimpin memberikan pengarahan tinggi dan rendah dukungan.
Pemimpin memberikan batasan peranan bawahan.
Pemimpin memberitahukan bawahan tentang apa, bilamana, dimana, dan bagaimana bawahan melaksanakan tugasnya.
Inisiatif pemecahan masalah dan pengambilan keputusan semata-mata dilakuakn oleh pemimpin.
Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan diumumkan oleh pemimpin, dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh pemimpin.
a. Gaya Konsultasi (T.2)
Ciri-cirinya :
1. Pemimpin memberikan baik pengarahan maupun dukungan tinggi.
Pemimpin mengadakan komunikasi dua arah dan berusaha mendengarkan perasaan, gagasan, dan saran bawahan.
Pengawasan dan pengambilan keputusan tetap pada pemimpin.
a. Gaya Partisipasi (T.3)
Ciri-cirinya :
1. Pemimpin memberikan dukungan tinggi dan sedikit/rendah pengarahan.
Posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dipegang secara berganti antara pemimpin dan bawahan.
Komunikasi dua arah ditingkatkan.
Pemimpin mendengarkan bawahan secara aktif.
Tanggung jawab pemecahan masalah dan pengambilan keputusan sebagian besar pada bawahan.
a. Gaya Delegasi (T.4)
Ciri-cirinya :
1. Pemimpin memberikan maupun pengarahan sedikit/rendah.
Peminpin mendiskusikan masalah bersama-sama dengan bawahan sehingga tercapai kesepakatan tentang definisi masalah yang dihadapi.
Pengambilan keputusan didelegasikan sepenuhnya kepada bawahan.
Bawahan memiliki kontrol untuk memutuskan tentang cara melaksanaan tugas.
Pemimpin berkeyakinan bahwa bawahan dapat memikul tanggung jawab dan dapat mengarahkan diri sendiri. Berdasarkan empat gaya kepemimpinan di atas maka timbul pertanyaan; Adakah kepemimpinan yang terbaik ? Jawabnya adalah tidak ada gaya kepemimpinan yang terbaik. Yang ada adalah kepemimpinan yang berhasil, yaitu pemimpin yang mampu mengadaptasikan gayanya adar sesuai dengan situasi tertentu. Hal ini erat kaitannya dengan tingkat perkembangan dan kematangan bawahan dalam melaksanakan suatu tugas tertentu.
Berdasarkan tingkat perkembangannya, bawahan dapat dibagi atas 4 macam, yaitu :
a. Tingkat rendah (P-1), yaitu tidak mampu dan tidak mau atau tidak yakin.
Tingkat rendah ke sedang (p-2), yaitu tidak mampu tetapi mau.
Tingkat sedang ke tinggi (p-3). Yaitu mampu tetapi tidak mau atau kurang yakin.
Tingkat tinggi (O-4) yaitu mampu dan mau.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Sedangkan gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dalam mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu.
Banyak studi yang sudah dilakukan untuk melihat gaya kepemimpinan seseorang. Salah satu yang terkenal adalah yang dikemukakan oleh Blanchard, yang mengemukakan 4 gaya dari sebuah kepemimpinan. Gaya kepemimpinan ini dipengaruhi oleh bagaimana cara seorang pemimpin memberikan perintah, dan di sisi lain adalah cara mereka membantu bawahannya
Gaya pertama adalah yang disebut sebagai “directing”, sebuah gaya di mana seorang pemimpin dalam proses pengambilan keputusan memberikan aturan-aturan dan proses yang detil kepada bawahan. Pelaksanaan di lapangan harus menyesuaikan dengan detil yang sudah dikerjakan.
Gaya kedua adalah gaya “coaching”, gaya di mana pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan kepada bawahan, tetapi juga menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil, mendukung proses perkembangannya, dan juga menerima berbagai masukan dari bawahan.
Gaya ketiga adalah gaya “supporting”, sebuah gaya di mana pemimpin memfasilitasi dan membantu upaya bawahannya dalam melakukan tugas. Dalam hal ini, pemimpin tidak memberikan arahan secara detil, tetapi tanggung jawab dan proses pengambilan keputusan dibagi bersama dengan bawahan
Gaya keempat adalah gaya “delegating”, sebuah gaya di mana seorang pemimpin mendelegasikan seluruh wewenang dan tanggung jawabnya kepada bawahan.
Keempat gaya ini tentu saja mempunyai kelemahan dan kelebihan, dan sangat tergantung dari lingkungan di mana seorang pemimpin berada, dan juga kesiapan dari bawahannya. Makanya kemudian timbul apa yang disebut sebagai “situational leadership”. Situational leadership mengindikasikan bagaimana seorang pemimpin harus menyesuaikan dengan keadaan dari orang-orang yang dipimpinnya. Pertanyaannya kemudian, apa gaya yang cocok yang diterapkan untuk kepemimpinan di Indonesia